Emma Gonzales, Wanita Korban Penembakan di Sekolah Florida Berpidato Menggetarkan Jiwa.
Generasi millenial sering kali diidentikkan dengan generasi yang acuh.
Bahkan di Indonesia, generasi millenial sering dikonotasikan dengan Kids Jaman Now yang dianggap berperilaku aneh.
Seorang remaja asal Amerika berhasil meruntuhkan stereotip negatif generasi millenial.
Remaja yang merupakan korban penembakan di sekolah Florida menjadi perhatian setelah aksi pidatonya menjadi viral.
Gadis bernama Emma Gonzales berhasil membuat publik Amerika Sertikat berdecak kagum.
Pasalnya, ia terdiam di tengah pidatonya yang membakar emosi.
Pada 25 Maret 2018, Emma berpidato di depan ribuan orang yang berkumpul untuk melakukan demo "March for Our Lives" di Washington, DC, Amerika Serikat.
Emma Gonzalez mengatakan bahwa seorang pria bersenjata hanya butuh waktu 6 menit 20 detik untuk membunuh 17 orang dan melukai 15 lainnya di Marjory Stoneman Douglas High School di Parkland, Florida.
"Semua orang yang tersentuh teror mencengkeram senjata api pasti mengerti," kata Emma.
Ia menggambarkan waktu yang lama dihabiskan para siswa menunggu pihak berwenang untuk mengidentifikasi apakah teman sekelas mereka terbunuh atau tidak.
Kengerian muncul saat siswa menemukan banyak teman mereka telah meninggal dunia.
Bahkan banyak siswa belum tahu bahwa mereka tengah berada dalam kondisi darurat.
"Enam menit dan 20 detik dengan senapan AR-15 membuat temanku Carmen (Schentrup) tidak akan pernah mengeluh kepadaku lagi tentang les piano. Aaron Feis tidak akan pernah memanggil Kyra 'Miss Sunshine, Alex Schachter tidak akan pernah pergi ke sekolah bersama kakaknya, Ryan," ujar Emma.
Gadis melanjutkan membaca daftar nama teman-temannya yang terbunuh di sekolah pada 14 Februari 2018.
Ia kemudian berhenti dalam pidatonya.
Napasnya terengah-engah tetapi tetap tenang, memandang lurus ke depan dan diam.
Ia menunggu, dalam hening.
Beberapa orang berteriak untuk menyemangatinya melanjutkan pidato tapi Emma tetap terdiam.
Ia terlihat menutup mulut, dahinya berkerut, dan air matanya jatuh.
Teriakan penonton yang mengucapkan "never again" pecah untuk beberapa saat.
Bahkan seseorang keluar dari panggung untuk meletakkan tangan di bahunya dan berbisik di telinganya.
Emma pun tetap diam.
Keheningan menyebar ke ribuan orang di Pennsylvania Avenue yang ramai orang.
Dia terus berdiri diam ketika beberapa anggota kerumunan berteriak mendukung.
Keheningannya berlanjut ketika mereka yang hadir juga terdiam, banyak yang menangis.
Para pengunjuk rasa, orang tua, dan awak berita televisi menunggu untuk melihat apa yang akan dilakukan Emma Gonzalez selanjutnya.
Bunyi alarm digital memecah kesunyian.
“Sejak saat saya berpidato di sini, sudah enam menit dan 20 detik. Pria bersenjata itu telah berhenti menembak dan akan segera meninggalkan senapannya, berbaur dengan para siswa ketika mereka melarikan diri dan berjalan bebas selama satu jam sebelum ditangkap, ”kata Emma.
“Berjuanglah untuk hidupmu sebelum perjuangan ini menjadi pekerjaan orang lain,” ujar Emma di akhir pidatonya.
Emma Gonzalez adalah salah satu dari beberapa remaja dari sekolah yang saksi bisu kejadian penembakkan.
Ratusan ribu pemuda millenial Amerika menghadiri demonstrasi serupa di seluruh negeri.
Ketika demonstrasi selama tiga jam itu berakhir, Emma Gonzalez mengatakan ada beberapa pekerjaan akhir untuk para demonstran
"Satu pekerjaan terakhir," katanya.
"Pergilah ke sana dan pilihlah," ujar Emma.
pidato Emma itu dengan cepat menarik pujian dan keheranan di media sosial.
Beberapa orang menyebutnya luar bahwa ia biasa dan kuat.
Pendiri Black List, Franklin Leonard menggambarkan sosok Emma sebagai salah satu momen politik luar biasa yang pernah dilihatnya.
Emma Gonzalez kemudian menuliskan kicauannya di akun Twitter.
Ia meminta orang-orang untuk membayangkan, "Bagaimana rasanya jika kamu harus bersembunyi selama keheningan itu".
Bandar Poker | Bandar Dominoqq | Bandar Ceme | Bandar Capsa Susun | Bandar Live Poker | Agen Bandar Ceme
0 komentar:
Posting Komentar